Minggu, 17 Oktober 2010

Tradisional Perang Pandan ( BALI )



Perang Pandan

Dengan hati-hati Kadek Budi Juliantara, 13 tahun, membersihkan duri di pundak Kadek Anjasmara, 12 tahun. Menggunakan ujung peniti, Juliantara menusuk goresan-goresan luka di pundak temannya itu untuk mengambil sisa duri di bekas luka itu.
Dua remaja ini berpakaian adat. Berbeda dengan pakaian adat Bali pada umumnya yang menggunakan baju, pakaian adat di Tenganan tanpa baju. Dua remaja ini pun bertelanjang dada. Mereka hanya menggunakan sarung (kamen), selendang (saput), dan ikat kepala (udeng) tanpa baju. Bersama teman-temannya, dua remaja ini sedang menunggu perang pandan dimulai.
Peran pandan adalah tradisi warga Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem tempat di mana dua murid SMP Negeri 1 Manggis ini tinggal. Sebagai warga Tenganan, Juliantara dan Anjasmara pun harus ikut kegiatan yang oleh warga setempat disebut mekare-kare ini. Ritual ini digelar tiap tahun di Desa Tenganan. Desa yang terletak di 70 km timur Denpasar ini masuk salah satu desa tua di bali, disebut bali aga, selain Trunyan di Kintamani, Bangli.
Kepercayaan warga Tenganan agak berbeda dengan warga Bali pada umumnya. Umat Hindu Bali pada umumnya menjadikan Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa sebagai dewa tertinggi. Namun bagi warga Tenganan Dewa Indra adalah dewa dari segala dewa. Dewa Indra adalah dewa perang. Menurut sejarahnya Tenganan adalah hadiah dari Dewa Indra pada wong peneges, leluhur desa Tenganan.
Karena memuja Dewa Indra sebagai dewa tertinggi, maka perang adalah sesuatu yang akrab bagi Tenganan. Bentuk desa ini dibuat seperti benteng. Struktur desa adalah jaga satru yang berarti waspada pada musuh. Hanya ada empat pintu utama (lawangan) untuk masuk desa ini sehingga memudahkan warga untuk tahu siapa saja yang datang. Lokasi desa yang dikelilingi bukit, menurut mantan Kepala Desa I Nyoman Sadra, adalah benteng itu sendiri.
Selain bentuk desa, ritual di desa ini pun akrab dengan simbol-simbol perang. “Bagi kami, perang adalah upacara untuk menghormati leluhur,” kata Sadra dalam sebuah obrolan dengan saya.
Perang yang digelar di Tenganan antara lain adalah mesabatan biu atau perang pisang yang digelar untuk menunjukkan kedewasaan. Perang pisang ini hanya diikuti oleh remaja. Ada pula perang lumpur yang tujuannya kurang lebih sama dengan perang pisang. Di antara perang-perang tersebut, perang pandan sudah kadung jadi yang paling terkenal.
Semula perang ini dilakukan tertutup dalam artian hanya untuk warga Tenganan. Perang ini memang bagian dari upacara besar yang disebut Usaba Sambah. Ketika pariwisata mulai masuk desa ini pada 1930an, perang pandan yang semula sakral pun jadi profan. Orang luar tak hanya boleh menonton, mereka pun boleh ikut bertarung.
Tahun ini perang pandan digelar pada 9-10 Juni. Ribuan penonton pun tumpek blek di desa ini. Menjelang masuk desa, mobil dan bis berjejer sepanjang jalan yang biasanya relatif sepi. Di dalam desa, saya bahkan sampai kesulitan mencari tempat parkir sepeda motor saking penuhnya. Padahal biasanya sepeda motor selain milik warga lokal tidak boleh masuk.
Selama perayaan perang pandan Tenganan pun mirip pasar malam. Di sekitar bale petemu, tempat perang digelar, banyak pedagang kaki lima. Penjual minuman, bakso, mainan, sampai bra pun berjejer di depan rumah warga. Pedagang musiman ini bersaing dengan warga setempat yang memang menjadikan rumahnya sebagai art shop untuk menjual aneka cindera mata khas Tenganan seperti kain tradisional gringsing, kalender, dan lukis telur.
Add caption


Add caption
Di antara para pedagang itu, ada pula para penjudi tradisional seperti bola adil. Judi memang sesuatu yang jadi parasit dalam setiap upacara besar di Bali. Dia selalu mendompleng ritual di Bali, termasuk di perang pandan ini. Ironisnya, pemain judi ini justru sebagian besar anak-anak. Jadi sekalian main judi, mereka juga menonton perang pandan.
Tiap laki-laki di desa ini wajib ikut perang pandan ini. Begitu pula Juliantara. Hari ini dia kembali ikut perang. Sambil menunggu perang pandan dimulai, Juliantara dan teman-temannya membersihkan sisa duri pandan di tubuh mereka sisa perang sehari sebelumnya. Selain di pundak, luka-luka itu terlihat pula di punggung dan pinggang.
Luka yang sudah mengering itu akibat goresan duri daun pandan (Pandanus amaryllifolius). Daun bergerigi di dua sisinya inilah yang mereka bawa siang itu sambil menunggu perang dimulai. Daun pandan itu dipotong sepanjang sekitar 15 cm lalu diikat sebanyak 10-15 buah. Sebagian anak-anak mengurangi tajamnya gerigi itu dengan menggoreskannya pada batu atau dinding rumah, termasuk Juliantara. “Biar durinya tidak terlalu sakit,” kata Anjasmara.
Juliantara dan Anjasmara adalah dua sahabat. Mereka berteman sejak kecil, di rumah maupun di sekolah. Namun ketika perang pandan digelar mereka jadi lawan bagi satu sama lain. “Sejak kecil sampai sekarang dia jadi lawanku,” kata Juliantara.
Sekitar pukul 2 siang gamelan di bale petemu, balai pertemuan, mulai ditabuh. Suara penonton makin riuh. Juliantara dan teman-temannya beranjak mendekati panggung.
Ribuan penonton sesak mengelilingi panggung berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi itu. Dengan tinggi sekitar 1 meter, panggung benar-benar seperti ring tinju. Bedanya ini tanpa tali pengaman mengelilingi. Pengamannya adalah para pemedek (orang yang ikut upacara) itu sendiri.
Sebelum perang pandan dimulai, ada ritual minum tuak dulu. Tuak di bambu itu dituangkan ke daun pisang yang berfungsi seperti gelas. Peserta perang saling menuangkan tuak itu ke daun pisang peserta lain. Semua lalu dikumpulkan pada satu orang yang kemudian membuang tuak itu ke samping panggung. Bau tuak tercium kuat siang itu.
Mangku Widia, pemimpin adat di Desa Tenganan, duduk di salah satu pojok panggung. Dia memberi aba-aba dengan suaranya. Dua pemuda bersiap-siap. Mereka berhadap-hadapan dengan seikat daun pandan di tangan kanan dan perisai terbuat dari anyaman daun ata di tangan kiri. Penengah, layaknya wasit, berdiri di antara dua pemuda ini.
Setelah penengah mengangkat tangan tinggi-tinggi, dua pemuda itu saling menyerang. Mereka memukul punggung lawan dengan cara merangkulnya terlebih dulu. Mereka berpelukan. Saling memukul punggung lawan dengan daun pandan itu lalu menggeretnya. Karena itu ritual ini disebut pula megeret pandan.
Peserta perang yang lain bersorak memberi semangat. Gamelan ditabuh dengan tempo cepat. Dua pemuda itu saling berangkulan dan memukul hingga jatuh. Penengah memisahkan keduanya dibantu pemedek yang lain.
Pertandingan itu tak berlangsung lama. Kurang dari satu menit bahkan. Selesai satu pertandingan langsung disambung pertandingan yang lain.
Hingga giliran Juliantara dan Anjasmara pun tiba. Mereka berhadapan lalu saling menyerang. Saya teringat Achiles di film Troy yang menyerang musuhnya dengan garang. Tapi ini berbeda. Kalau Achiles yang diperankan Brad Pitt itu menyerang lawan untuk menghabisi nyawa, maka dua remaja ini menyerang hanya untuk melukai. Achiles berperang demi kekuasaan, Juliantara berperang karena penghormatan pada leluhur.
Ketika penengah memisahkan maka selesailah pertandingan Juliantara dan Anjasmara. Mereka mundur dari gelanggang lalu kembali menonton pertandingan lain.


Perang Pandan



Seperti pertandingan lain, selalu ada ketakutan yang muncul sebelumnya bertanding. Begitu pula Juliantara. “Sebelum mulai selalu deg-degan. Takut sakit. Tapi begitu mendengar gamelan, takutnya langsung hilang. Gamelannya membuat saya berani,” katanya.
Keberanian itu, menurut Juliantara, datang begitu saja ketika pertandingan tiba. “Saya juga tidak tahu kok bisa begitu,” tambah Anjasmara.
“Biar keliatan gagah juga,” sahut Juliantara diiringi tawa teman-temannya.
Perang pandan memang kegiatan maskulin, macho. Pesertanya hanya laki-laki. Perempuan hanya menjadi penyaksi ketika perang berlangsung. Namun begitu perang selesai, para perempuan sigap memberikan obat. “Kalau sudah dikasih obat baru terasa perih. Tapi cepat sembuhnya,” ujar Anjasmara.
Selesai perang, punggung dan pundak peserta memang penuh bercak darah yang mengalir akibat geretan daun pandan. Tapi bagi mereka itulah bukti bahwa mereka sudah berbakti pada tradisinya. “Kalau sudah keluar darah, saya merasa sudah melakukan bakti saya pada leluhur,”
Pictures Di ambil Dari Google

Transformasi Permainan Anak Indonesia

Add caption



Permainan elektronik sekarang ini seakan-akan sudah menjadi pilihan utama bagi anak-anak Indonesia dalam bermain. Permainan itu seakan sudah hampir menggantikan semua permainan tradisional yang seringkali kita jumpai sewaktu dulu.
Kalau kita boleh membandingkan, zaman sekarang, orientasi permainan anak-anak kita sudah beralih ke permainan yang sifatnya elektronik dengan teknologi yang lebih canggih. Sebut saja, Play Station 1, 2, dan 3, PSP, Nintendo dan lain-lain sudah mampu menggantikan permainan tradisional yang sebenarnya banyak sekali manfaatnya. Teman SMA saya mempunyai usaha penyewaan rental PS 2 di rumahnya. Dapat terlihat dengan jelas, yang menjadi pelanggan utama adalah anak-anak SD umuran 6-12 tahun walaupun kadang ada juga anak umuran SMP dan SMA yang menyewa. Di tempat penyewaan itu terdapat enam play station+televisinya dan sewa perjamnya Rp 2500,00. Katanya, dalam sehari saja, ia bisa mendapat Rp 100.000 bahkan lebih jika hari libur. Tempat penyewaan itu agak ramai mulai pukul 12 lewat, waktu dimana anak SD sudah bubar. Walaupun kadang, masih terdapat beberapa anak yang merelakan bolos sekolah untuk pergi ke tempat penyewaan itu.
Dari teman saya yang lain, beberapa tempat penyewaan PS di daerahnya (kebetulan teman saya dari Jawa Tengah), sering mengadakan perjudian-perjudian bermain PS. Hal ini mungkin digeluti oleh orang yang lebih dewasa, umuran SMA dan kuliahan. Tapi, terkadang, beberapa anak kecil juga mulai mencoba berjudi dengan rekan sebayanya walaupun dengan taruhan yang agak rendah. Memang, kita melihat hal ini seperti hal yang biasa tapi secara tidak sadar, kita menanamkan jiwa-jiwa penjudi dalam diri anak-anak kita. Tentu saja pemantauan orang tua menjadi factor penentu proses pengawasan perkembangan anak terkait dengan dunia permainannya.
Sebenarnya, banyak dampak-dampak negative ketika anak diberikan permainan dengan teknologi sekarang. Misalkan, permainan elektronik identik dengan duduk diam saja, bersifat pasif sehingga tidak ada begitu gerakan berarti. Ini menyebabkan fisik anak dibiasakan untuk lemah dan akan terbawa ketika ia beranjak dewasa nanti. Kedua, ketika anak sudah dihadapkan dengan permainan elektronik, ia cenderung sendiri sehingga kurang bersosialisasi dengan temannya yang lain. Hal ini menyebabkan sifat pemalu, penyendiri dan individualistis.
Add caption

Lain permainan elektronik, lain lagi permainan tradisional. Menurut Hamzuri dan Tiarma Rita Siregar dalam bukunya, Permainan Tradisional Indonesia, permainan tradisional memiliki ragam bentuk dan variasi yang begitu banyak. Setidaknya ada 750 macam permainan tradisional di Indonesia, dan banyak yang belum terinventarisasi. Hal ini mengidentifikasikan bahwa permainan tradisional Indonesia sangat melimpah. Tapi, kenyataan yang ada di masyarakat sekarang, permainan tradisional sudah sangat jarang dimainkan karena berbagai alasan.
Saya ingat, sewaktu SD dulu, setiap waktu jeda istirahat, bersama teman yang lain seringkali memainkan gobak sodor (kalau di daerah saya di Kalsel, namanya permainan Asin). Permainan ini terdiri dari dua kelompok yang saling adu dan masing-masing regu berusaha menjalankan strategi yang sudah dibuat regu masing-masing. Tanpa disadari, telah tertanam unsur kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yaitu memenangkan pertandingan. Tanpa disadari telah tertanam dari kecil bagaimana cara bersosialisasi dengan sesame melalui permainan tradisional itu.
Permainan tradisional sebenarnya mempunyai karakteristik yang berdampak positif pada perkembangan anak.
Pertama, permainan itu cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan kita tanpa harus membelinya sehingga perlu daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Banyak alat-alat permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Misalkan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, engrang yang dibuat dari bambu, permainan ecrak yang menggunakan batu, telepon-teleponan menggunakan kaleng bekas dan benang nilon dan lain sebagainya.
Kedua, permainan anak tradisional dominan melibatkan pemain yang relatif banyak. Tidak mengherankan, kalau kita lihat, hampir setiap permainan rakyat begitu banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kesenangan bersama, permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan interaksi antarpemain (potensi interpersonal). seperti petak umpet, , congklak, dan gobak sodor.
Ketiga, permainan tradisional menilik nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan. Semua itu didapatkan kalau si pemain benar-benar menghayati, menikmati, dan mengerti sari dari permainan tersebut.
Banyak manfaat-manfaat lain yang dapat kita ambil dari permainan tradisional misalkan sosialisasi mereka (anak) dengan orang lain akan semakin baik; dalam permainan berkelompok mereka juga harus menentukan strategi, berkomunikasi dan bekerja sama dengan anggota tim (misalkan dalam permainan engklek, congklak, lompat tali, encrak/entrengan, bola bekel dan lain-lain. Manfaat-manfaat ini akan memperngaruhi perkembangan anak ke depannya.
Sekarang, tinggal orang tualah yang menentukan. Apakah lebih memilih untuk memperkenalkan teknologi sejak dini kepada anak termasuk dalam memberikan kebutuhan bermainnya. Ataukah mengajak anak untuk lebih sering turun bermain ke tanah sehingga ia dapat bersosialisasi dengan anak yang lain dalam permainan-permainan rakyat yang sudah ada. Tentunya, memilih keduanya harus ada batasan-batasan atau aturan-aturan tertentu yang mesti dijalankan sehingga dalam perkembangan anak masih dalam koridor yang baik. Orang tua yang baik pasti mengetahui bagaimana menanamkan nilai-nilai positif pada perkembangan anak-anaknya dalam bentuk permainan. Permainan tidak saja akan mempengaruhi perkembangan anak secara parsial tetapi juga akan menentukan karakteristik anak ke depannya.

Tradisional Hingga di Jaman Canggih

Bola Adil
Banyak cara untuk berjudi, tidak sellau identik dengan kartu gaplek ataupun kartu remi. Dari sabung ayam jago hingga taruhan pertandingan olahraga. Sepak bola, tinju, pacuan kuda, dan olahraga lainnya tak luput sasaran para penggila judi. Jawaban mereka ketika di tanya bermacam-macam, ada yang bilang cuma iseng, terserah aku, cuma judi kecil-kecilan, cuma ngisi waktu luang, bahkan ada yang terang-terangan hobi dan penasaran karena gak pernah menang. Bayangin aja sudah jelas gak pernah menang eh malah ketagihan. Emang benar kata bung “Rhoma” judi hanya membuat orang malas di buai harapan.

Perjudi di Arena Pacuan Kuda

Add caption
Setelah lama mencari, akhirnya kudapat juga Novel TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK karangan Buya Hamka yang pernah kubaca tahun 70an, merupakan bacaan wajib perintah guru Bahasa Indonesia. Ntah angin dari mana yang membuat aku begitu penasaran ingin membaca lagi. Setelah membaca pertemuan Zainuddin dan Hayati , dua anak muda yang lagi dimabuk cinta di Arena Pacuan Kuda Padang Panjang, untuk sementara kututup Novel ini karena pikiranku melayang-layang membayangkan perangai masa laluku di Arena Pacuan Kuda dan tak sabar ingin berbagi dengan Kompasianer yang Ganteng, Cantik dan baik hati ini.
Pacu Kuda (Kudo) di Sumatera Barat telah ada sejak zaman Belanda yang diadakan secara bergilir sekali dalam dua bulan di Padang, Bukit Tinggi, Batusangkar, Padang Panjang, Payakumbuh dan Sawaluntoh, atau sekali setahun dimasing masing kota diatas. Sampai sekarang Pacu Kudo yang merupakan kegiatan pariwisata, budaya dan hiburan masih tetap eksis.
Pengalaman masa kecilku di Batusangkar, Pacu Kudo diadakan dua hari, Sabtu-Minggu atau Minggu-Senin yang dibarengi dengan pasar malam selama satu minggu dan pertandingan Sepak Bola disore hari setelah menonton Pacu Kudo.
Bermacam-macam gaya pakaian dari yang Tradisionil sampai yang modern yang dikenakan oleh orang kampong dan orang kota dari yang miskin sampai yang kaya dapat disaksikan karena di Arena (Gelanggang) Pacu Kudo tempat merajut janji sehidup semati buat pasangan yang lagi dimabuk cinta sekaligus tempat menunjukan jati diri siapapun.
Alangkah mindernya diri ini kalaulah kita tak dapat menonton karena akan menjadi cibirin orang sekampung, begitulah dunianya.
Selama Pacu Kudo belangsung perjudian menjadi halal (dilegalisir) seperti :
1. Menebak kuda yang akan menang dalam setiap ronde dengan jumlah kuda yang turun gelanggang bisa mencapai puluhan. Masing-masing kuda sudah punya nama dan nomor urutnya. Pejudi ulung, biasanya sudah tau kuda yang akan menang karena dia selalu mengikuti pacuan disetiap kota. Pejudi ulung ini berani memegang satu kuda jagoannya melawan kuda yang tersisa ( Umpama : 1 : 9). Berbagai variasi ada disini. Model judinya face to face dengan cara melambai-lambaikan uang sambil menyebut kuda jagoan. Bisa juga kita membeli kupon untuk kuda yang kita jagokan 

pada Bandar resmi.
2. Perjudian disekeliling Arena (Gelanggang)
  1. Judi kolok-kolok, terdiri dari 3 dadu dengan permukaannya angka 1 sampai 6. Peserta judi meletakan uang pada nomor tebakannya. Jumlah bayaran yang diterima sesuai dengan angka yang muncul dipermukaan. Kemenangan maksimal tiga kali karena angka yang muncul pada ketiga dadu adalah sama.
  2. Judi 3 lembar kartu : Umpamanya: Satu King + 2 As. Pemenangnya bila tebakan kita adalah King. Bandar akan memperlihatkan ketiga kartu dengan ucapan ini Menang (King), ini Kalah (As), ini Kalah (As) sebelum kartu ditutup.
  3. Lempar 2 koin dengan permukaan A dan B. Tebakannya adalah AA, BB atau AB. Biasanya disini tidak ada Bandar dan kita bertaruh dengan siapapun dengan cara melambai-lambaikan uang dan menyebutkan tebakan kita.
Pengalaman penulis:
1. Judi kolok-kolok :
Saat itu aku berangkat ke Gelanggang Pacuan Kuda dengan teman anak orang kaya, aku selalu dapat modal dan main sesukanya. Melihat satu lapak lagi kosong, kulempar Rp. 1.000,00 pada angka 6. Ternyata 3 buah dadu permukaannya 6 dan aku seharusnya dapat bayaran Rp 3.000, ternyata uang Bandar nggak cukup karena orang lain biasanya hanya main Rp 25 – Rp 100.
Note : Waktu itu uang jajanku perminggu Rp 100 rupiah. Rp 3.000 banyak khan !.
2. Menebak kuda :
Kejadiannya pada Pacu Boko atau disebut juga Pacu Final di hari terakhir dan pada Ronde terakhir. Dari sekian kuda pacu, terdapat dua ekor kuda yang menjadi jagoan, sebut saja Kuda Jaya dan Kuda Lihai dengan nomor urut ganjil dan genap. Kesepakatan dengan lawan yang tak dikenal, penulis bersama teman menjagokan nomor ganjil dan lawan nomor genap. Uang taruhan dipegang oleh lawan. Disaat kuda sedang berlari kami asik memperhatikannya tanpa menghiraukan posisi lawan. Ternyata memang Kuda Lihai yang menang dan lawan taruhan sudah hilang batang hidungnya, membawa lari duit taruhan. Kami saling menyalahkan, kok dibiarin lari ? ha ha ha
3. Judi 3 lembar kartu
Ternyata sibandar punya teman, istilahnya tukang pancing. Sebelum ada musuh, mereka bermain dan lebih banyak si Tukang Pancing yang kalah. Karena emosi (sandiwara) si Tukang Pancing mematahkan ujung Kartu King (Kartu yang menang) sehingga mudah ditebak. Saat itu aku ikut memasang duit di Kartu yang sudah dipatahkan. Apa nyana ? Ternyata itu adalah salah satu Kartu As (kalah) dan habislah duitku. Aku berkeringat dingin karena uang yang kubawah ke Pacuan adalah hasil dari jual Ayam di kampong. Kutinggalkan arena dan pulang ke kampong jalan kaki. Sedih hatiku he he he
Setelah kejadian ini aku tak pernah lagi menonton pacuan kuda karena aku merantau mengadu nasib dinegeri orang. Apakah kebiasaan judi ini masih ada ?. Ntahlah. Aku tak pernah bertanya dan tak mau lagi terlibat perjudian. Kapokkkkkkkkkkk
Pictures Di Ambil Dari Google

Wanita Cantik Pemain Poker

Demam maen poker sepertinya telah melanda hampir * Semua pengguna situs pertemanan agar regular tidak terkecuali otonashi, dipastikan poker maen Sudah menjadi rutinitas apabila login Suami kedalam situs saking candunya poker Bermain otonashi sengaja Membuat beberapa akun di Facebook atau mencoba beberapa trik curang Bermain poker di dapat. Dan KESAWAN Permainan poker aslinya ternyata regular tidak Hanya di gandrungi kaum adam melainkan Saja Dibuat BANYAK kaum hawa Yang tertarik Artikel Baru Permainan Judi Suami.
Dibawah Suami akan berbagi beberapa otonashi Koleksi foto Yang mengambarkan wanita-wanita cantik di seluruh penjuru Dunia sedang asyik Yang Bermain poker, wanita-wanita cantik betul-betul Suami Luar Biasa Sekali KARENA poker kemampuan mereka regular tidak diragukan Lagi dan Sudah pastinya mereka adalah Golongan wanita- wanita kaya. Silahkan menikmati!


Add caption 
Add caption 
Add caption 
Add caption 
Bagi anda yang menyukai Artikel ini Gabung yaaaaa....

KELUARAN TOGEL

Blogroll